Saturday 19 May 2012

Mungkinkah Flamboyan jadi Ikon Kota di Indonesia, Seperti Sakura di Jepang?




Flamboyan dengan bunganya yang berwarna cerah, memungkinkan menjadi variasi penghijauan kota terutama untuk taman kota dan tebing perbukitan. Sebagaimana bunga Sakura di Jepang, bunga ini hanya berbunga lebat 1 kali dalam setahun. Mungkinkah penanaman masal yang terawat di suatu kota di Indonesia dapat menjadi daya tarik wisata seperti bunga Sakura ?   
Flamboyan adalah tanaman hias berbentuk pohon dengan perilaku unik dan penuh warna.
Tingginya bervariasi yang paling tinggi mencapai 12 meter.Tanaman ini menyukai tempat terbuka dan cukup sinar matahari. Batangnya licin, berwarna cokelat kelabu dengan kayu sangat keras, berat, dan tahan air atau serangga. Akarnya cukup kuat sehingga jika ditanam di trotoar bisa mengangkat permukaan trotoar atau jalan. Bentuk pohonnya yang bercabang banyak dan melebar seolah membentuk payung raksasa. Dengan bentuk daun majemuk dan rapat, menciptakan kerimbunan yang khas dan memberikan kerindangan, serta kenyamanan bagi siapa pun yang berteduh di bawahnya.











Daun-daunnya akan terus menghijau sepanjang musim hujan hingga awal musim kemarau. Barulah ketika memasuki pertengahan kemarau, daun-daun flamboyan berguguran. Bahkan beberapa batang dan rantingnya me-ngering, meranggas, lalu patah. Saat itu, flamboyan tampak seperti pohon yang kurus dan gundul. Tampaknya, inilah cara alami flamboyan beradaptasi dengan perubahan lingkungannya.







Namun, begitu air mulai tercurahkan dari langit dan musim hujan tiba, flamboyan yang tampak kering dan meranggas itu bergairah. Mereka pun seolah menebar “senyum” lewat kemunculan bunga-bunga berwarna jingga dan merah. Saat musim hujan tiba, bunga flamboyan bermekaran serentak. Periode inilah yang banyak ditunggu pencinta bunga yang selama hampir setahun dengan sabar menanti kemunculan kembali sang pohon cemerlang itu menampakkan bunganya.




Bunga flamboyan berukuran cukup besar, berbentuk seperti anggrek dan mekar dalam sebuah kumpulan yang padat dan rapat. Warnanya antara merah jingga hingga merah tua (scarlet). Dalam satu kumpulan terdapat lima helai mahkota bunga yang menyebar, di mana salah satunya tampak berbeda dari empat mahkota lainnya. Inilah yang disebut dengan “standar” di mana ukurannya tampak lebih panjang dan ditandai oleh bintik-bintik putih atau kuning pada sisi bagian dalam. Rata-rata  tiap helai mahkota bunga pasnjangnya 8 cm.





Sayangnya, periode penuh keindahan itu hanya sebentar. Begitu memasuki minggu berikutnya, kecerlaan bunga flamboyan mulai luntur. Kita hanya akan menyaksikan warna pastel yang lebih lembut dan merah tua yang sudah redup. Penampakan bunganya mulai membosankan. Apalagi kemudian, satu per satu bunganya berguguran, berjatuhan, dan berserakan di atas rerumputan atau aspal jalan. Meski demikian, musim bunga flamboyan yang berlangsung antara bulan Oktober hingga Desember itu tetap menghadirkan suasana romantis. Bagi sebagian masyarakat kita—entah berhubungan langsung atau tidak—periode tersebut sering pula disebut musim kawin atau bercinta.




Seiring berjalannya musim hujan dan rontoknya bunga, flamboyan pun berganti warna penampilan, dari merah ke hijau. Inilah periode kemunculan daun-daunnya yang secara perlahan mengalami evolusi dari warna hijau muda menjadi hijau tua cerah. Daunnya tergolong daun majemuk, berbentuk seperti pakis, ringan, dan lembut. Daunnya terbagi dalam dua tangkai (pinnate), tangkai utama (pinnae) dan tankai skunder (pinnules). Panjang daun mencapai 30-50 cm. Dalam satu daun terdapat 20-40 pasang pinnae dan 10-20 pasang pinnules.




Setelah bunga rontok, putiknya berubah menjadi buah yang berbentuk seperti pedang (polong). Saat masih muda, warna buahnya hijau muda cerah, namun saat kering dan tua, akan berubah menjadi cokelat dan hitam. Panjang buah bisa mencapai 60 cm dan lebar 5 cm. Meski buahnya berbentuk polong besar, bijinya tergolong kecil dengan berat tiap biji rata-rata 0,4 gram. Bijinya bisa ditanam untuk menghasilkan tanaman baru, namun biasanya budi daya flamboyan dilakukan dengan cara stek batang atau cangkok karena alasan kepraktisan.


amblogfree.blogspot.com


Di Indonesia belum populer
Di sejumlah negara, flamboyan sudah menjadi komoditas penting sebagai tanaman hias yang diperdagangkan. Di Indonesia sebenarnya tanaman ini juga sudah cukup banyak dikenal dan dibudidayakan di berbagai tempat. Namun, umumnya masyarakat kita menanam flamboyan lebih karena alasan fungsinya sebagai peneduh yang cepat tumbuh. Di beberapa kompleks perumahan atau trotoar jalan, pohon flamboyan mudah dijumpai. Sedangkan menjadikan flamboyan sebagai tanaman hias demi terciptanya keindahan, harus diakui masih sangat kurang.


Karena lebih ke alasan fungsional sebagai peneduh, tanaman flamboyan sering ditanam cul leos, alias setelah tumbuh, ya sudah, dibiarkan hidup sendiri, tanpa mendapat perawatan atau pemeliharaan sebagaimana layaknya dilakukan terhadap tanaman hias. Tak jarang, tanaman pun bisa tumbuh menjulang tinggi dan tak terawat. Padahal, de-ngan perlakuan yang tepat melalui pemangkasan yang teratur, kita bisa menghasilkan bentuk tanaman yang tidak terlalu tinggi. Atau sistem penanaman yang berjejer teratur. Sehingga saat musim bunga tiba, kita bisa menyaksikan keindahannya luar biasa. Sambil menikmati kemunculan bunganya, kita juga akan tahu bunga itu sebagai pertanda, musim hujan sudah tiba.


Saat ini, masa berbunga flamboyan memang sudah lewat. Jika pun masih ada, hanya satu dua bunga yang tumbuh di antara hijaunya daun-daunnya yang rimbun. Keindahannya sudah jauh berkurang. Jika ingin menyaksikan kecerlangan bunga flamboyan, kita harus menunggu hingga setiap bulan Oktober . Ya, seperti sang dara dalam syair lagu Bimbo, semoga saja esok lusa, Oktober nanti, bunga flamboyan akan bersemi kembali, dan kita bisa menyaksikan keindahannya yang memukau.
sumber: www.suaramerdeka.com