Wednesday 26 June 2013

Kota Kota di RI Bersiap Diusulkan Jadi Kota Pusaka UNESCO


Puri Pemecutan Denpasar tahun 1718
Sampai tahun 2013 belum ada satupun kota di Indonesia yang masuk dalam 62 Urban Heritage atau Kota Pusaka Dunia yang ditetapkan oleh UNESCO.Saat ini telah ada 49 Kota yang mengajukan diri untuk dikembangkan bagian kota atau wilayahnya menjadi Kota Pusaka minimal berskala nasional kemudian diseleksi oleh pemerintah Pusat untuk diajukan menjadi Kota Pusaka Dunia.Pada tahap awal akan dipilih  10 besar untuk ditindaklanjuti nantinya dalam bentuk kegiatan aksi terkait upaya penataan dan pelestarian kota pusaka yang dibiyai pemerintah pusat. 


Taman Soekasada Ujung, Amlapura-Kab,Karangasem, Bali .Dibangun pada tahun 1919 merupakan kombinasi dari arsitektur Bali dan Eropa

Isu kota pusaka saat ini sedang hangat dibicarakan di dunia internasional.  Wujud nyata Kota Pusaka yang berkelanjutan dan masuk kedalam deretan Kota Pusaka Dunia oleh UNESCO, sudah semakin banyak dan terus bertambah.  Setiap negara yang peduli dan menghargai sejarah dan aset kotanya berusaha keras menyusun strategi dan melakukan pengelolaan yang maksimal agar tercipta Kota Pusaka yang berkelanjutan dan dapat meningkatkan kesejahteraan bagi penduduk kotanya yang menghasilkan “Quality of Space” sampai kepada “Quality of Life”.

Program Pelestarian Kota dan elemen elemen bersejarah lainnya  adalah bentuk penghargaan  pada sejarah dan sebagai aset untuk masa depan bangsa Indonesia. Aset  Pusaka , pengelolaan, peran pemerintah daerah, stakeholder dan partisipasi lembaga pelestari serta masyarakat lokal dalam suatu tatanan ruang adalah unsur penting dalam mengembangkan suatu sistem pelestarian Kota Pusaka Indonesia yang berkelanjutan dan diharapkan dapat menambah khasanah keragaman Kota Pusaka Dunia. 


Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi warisan budaya yang kaya dan beragam.
 Potensi ini terwujud dalam bentuk kesenian, adat istiadat, bahasa, situs, arsitektur dan 
kawasan bersejarah. Kekayaan dan keragaman warisan budaya inilah yang telah memberikan
 kontribusi kepada kota-kota di Indonesia, sehingga masyarakat kota dengan proses 
budayanya, telah membentuk karakter, keunikan, dan citra budaya yang khas melekat 
pada setiap kota serta memberikan peran signifikan dalam pembentukan identitas kota. 

Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menegaskan pentingnya kota-

kota memperhatikan  nilai parsial budaya yang berkembang di masyarakat dalam 
penyelenggaraan penataan ruang. Hal ini mengandung makna tema budaya menjadi salah satu
 faktor determinan dalam pengelolaan kawasan disamping tema-tema lainnya, seperti
 lingkungan, sumber daya alam dan teknologi, ekonomi dan pertahanan keamanan.

Pelestarian dan pengelolaan kota-kota pusaka sangat bergantung dengan potensi pusaka 

didalamnya. Kota-kota atau kawasan pusaka dengan nilai peninggalan budaya yang kuat perlu 
lebih komprehensif penanganannya, sehingga tidak terfragmentasi secara sektoral. Untuk itu,
 pendekatan pengelolaan kawasan pusaka harus berbasis pada kebijakan spasial 
penataan ruang daerah setempat yang solid dan konsisten, tercermin antara  lain dari 
urban leadership serta kebijakan program dan anggaran yang responsif. Integrasi antar sektor 
yang mengambil locus pada kawasan pusaka dengan aset-asetnya harus diselenggarakan 
dalam rangka mewujudkan kota pusaka sebagai identitas utama, sekaligus mendorong
berbagai potensi ekonomi yang mengikutinya.

Keragaman visi jangka panjang kota-kota pusaka seyogyanya tertuang pada kebijakan 

penataan ruang secara hierarkis dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana 
Detail Tata Ruang (RDTR), hingga elaborasi panduan  tata bangunan dan lingkungan melalui 
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). Kebijakan tersebut dapat menjadi arahan
dasar dalam pelestarian dan pengelolaan kawasan pusaka secara terintegrasi dengan 
elemen kota sebagai sebuah entitas perkotaan yang utuh. Diperlukan kelembagaan yang 
adaptif untuk mewujudkan kualitas  tata ruang berbasis pelestarian pusaka dan budaya kota 
yang berkelanjutan.

Pada tahun 2011 yang lalu, Kementerian Pekerjaan Umum c.q Ditjen Penataan Ruang 

bekerjasama dengan Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) telah memetakan 9
(sembilan) kota pusaka sebagai laboratorium untuk mengenal beberapa karakter kota/kawasan pusaka di Indonesia. 
Kesembilan kota pusaka tersebut dapat dibagi menjadi beberapa tipologi kota pusaka
sebagai berikut:

(1) Bukittinggi adalah kota sedang di perbukitan/dataran tinggi,
(2) Sawahlunto merupakan kota kecil peninggalan pertambangan,
(3) Baubau adalah kota kecil dengan 1000 Bentang dan pelabuhan tradisional,
(4) Yogyakarta merupakan kota besar pada dataran rendah yang sudah berkembang pesat,
(5) Banjarmasin merupakan kota besar dengan tipologi kota tepian air (waterfront city),
(6) Ternate merupakan kota pesisir pantai dengan karakter kepulauan,
(7) Malang merupakan kota besar ex-pusat pemerintahan kolonial,
(8) Banda Aceh merupakan kota sedang dengan pusaka religius yang kental, dan
(9) Ambon merupakan kota sedang dengan karakter pesisir dan pelabuhan yang kuat.

Keragaman tipologi kota pusaka yang dimiliki oleh Indonesia membuktikan bahwa potensi 

kearifan lokal yang telah mengental dapat menjadi dasar terwujudnya Kota Pusaka Indonesia, 
sekaligus sebagai cikal bakal menuju Kota Pusaka Dunia (World Heritage City).
Bagi kota-kota yang memiliki peninggalan kebudayaan yang kuat dan telah terjaga dengan 

baik diharapkan dapat terus meningkatkan integrasinya dengan lingkungan binaan perkotaan 
agar kota pusaka dapat meningkatkan kualitasnya secara simultan, sedangkan untuk 
kota-kota lainnya perlu terus didorong untuk meningkatkan pengelolaan kawasan 
pusakanya sesuai dengan arahan rencana tata ruangnya.


Tinjauan Kota Pusaka di Indonesia
Pusaka menurut Piagam Pelestarian dan Pengelolaan Pusaka Indonesia Tahun 2003 meliputi
 pusaka alam, pusaka budaya dan pusaka saujana. 
  • Pusaka alam adalah bentukan alam yang istimewa. 
  • Pusaka budaya adalah hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang istimewa dari lebih 500
           (lima ratus) suku bangsa di tanah air Indonesia, secara sendiri-sendiri, sebagai 
           kesatuan bangsa Indonesia dan dalam interaksinya dengan budaya lain sepanjang
           sejarah keberadaannya. Pusaka budaya 
mencakup pusaka berwujud (tangible)
           dan pusaka tidak 
berwujud (intangible).
  • Pusaka saujana adalah gabungan pusaka alam dan pusaka budaya dalam kesatuan
          ruang dan waktu.
Kota Pusaka adalah kota yang memiliki kekentalan sejarah yang bernilai dan memiliki pusaka 
alam, pusaka budaya berwujud dan pusaka budaya tidak berwujud, serta rajutan berbagai 
pusaka tersebut secara utuh sebagai aset pusaka dalam wilayah/kota atau bagian dari 
wilayah/kota yang hidup, berkembang, dan dikelola secara efektif.




Pada tahun 2012 terdapat 10 kabupaten/kota yang terpilih dari 27 kota/kabupaten yang 
berpartisipasi dalam P3KP sebagai kelompok A (prioritas) yakni : 

  • Kota banda Aceh, Kota Palembang, Kota Sawahlunto,Kota Bogor, kota Semarang, 
          Kota yogyakarta, kota Denpasar, Kabupaten Karangasem, Kota Banjarmasin, dan Kota 
          Bau Bau.

Kesepuluh Kabupaten/kota tersebut telah melakukan penyusunan kerangka Rencana
Aksi kota Pusaka sebagai tahap awal implementasi Kota Pusaka.


Singkatan yang terkait dengan Kota Pusaka 
  • BCB    : Benda Cagar Budaya
  • BPPI   : Badan Pelestarian Pusaka Indonesia 
  • JKPI    : Jaringan Kota Pusaka Indonesia
  • P3KP  : Program Penataan dan pelestarian Kota Pusaka
  • RAKP  : Rencana Aksi Kota Pusaka