Thursday, 15 March 2012

Bagaimana New Town dibangun di sekitar Jakarta?


Maket New Town BSD(Bumi Serpong Damai) 
Kota Jakarta sudah dianggap sebagai kota yang tak pantas untuk dijadikan tempat tinggal. Jakarta sudah sangat sesak. Harga tanah selangit dengan kondisi lingkungan yang
buruk. Jakarta seperti tidak siap menjadi kota besar karena salah urus.

Seperti sudah memproyeksi kondisi Jakarta saat ini, sejak 25 tahun yang lalu, dunia properti Indonesia memasuki tahapan penting dalam perjalananannya. Kala itu beberapa developer mulai mengembangkan konsep baru, new town development. Pengembangan kota baru yang terintergrasi di satu titik wilayah. Membangun kota baru di luar Jakarta.

Seperti sedang memberi pelajaran ke pemerintah, beberapa pengembang sudah mengembangkan kota baru yang ideal. Sarana transportasi di tata sedemikian rupa, Tempat komersil dan perdagangan diatur seksama. Pemukiman nyaman didukung dengan sarana pendidikan membuat penghuni nyaman menetap. Terbentuklah kelas sosial dan peradaban baru.

Jo Santoso, Ketua Program Studi Magister Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Tarumanagara (Untar), menyatakan menuangkan konsep perumahan kota baru kala itu tidaklah mudah. Kalangan parlemen saat itu bahkan sempat curiga, apakah pengembang ingin membuat pusat pemerintahan sendiri. 

"Kala itu, saya sempat menjelaskan ke DPR, agar mereka tidak curiga kalau konsep ini bukan untuk membangun pusat kota baru. Jadi, kota baru ini bukan asal jadi proyek dan bukan asal cari keuntungan komersil. Ini adalah untuk memenuhi perkembangan kebutuhan hunian," ujarnya dalam diskusi panel "Evaluasi 25 Tahun Pengembangan Kota Baru di Jabodetabek (Developer's View)" di Jakarta, belum lama ini. Saat itu Jo Santoso menjadi konsultan pembangunan kota mandiri Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang Selatan, Banten.

Pada akhirnya, konsep ini adalah keniscayaan. Para pengembang berhasil memberi contoh mengembangkan kota yang layak huni. Konsep kota baru berhasil menjawab kebutuhan psikologi penghuninya. Ruang terbuka hijau yang cukup. Keamanan terjamin. Urbanisasi pun dapat ditekan. Pasalnya, penghuni dapat bekerja dan mencari uang di wilayah mereka tinggal. Karena pusat komersil dan industri juga tersedia.

Luasan lahan yang menjadi prasyarat utama membentuk kota baru mandiri. Alhasil, para pengembang pun bergeser ke wilayah satelit sekitaran Jakarta. Minimal pengembang harus memiliki 500 hektar persegi untuk mengembangkan kota baru.

Di Tangerang sudah ada BSD City yang dikembangkan sejak tahun 1984 dengan total area seluas 6.600 hektar. Saat ini, pembangunan baru sampai pada tahap I dengan perkiraan luas lahan 1.500 hektar, dari tiga tahap yang direncanakan. Lalu menyusul Alam Sutera, Tangerang. Group Bakrie gencar di daerah Bogor, Jawa Barat dengan mengembangkan Bogor Nirwana Residence dan Sentul Nirwana.

Pengembang lain mencoba mengembangkan konsep serupa. Salah satunya pengembangan Kota Deltamas, Kawasan Jababeka, Citra Raya, dan Jakarta Garden City. Ada juga beberapa proyek di luar Jakarta, seperti Citraland, Surabaya.

Kendala dan Tantangan

Pengembangan kota baru membutuhkan dana yang sangat besar. Para pengembang harus memutar otak untuk mencari modal. Apalagi saat ini Indonesia belum berada zona investment grade. Terlebih sistem politik demokrasi di Indonesia yang masih ditahap awal, sehingga investor masih menilai Indonesia sebagai negara beresiko. 

"Dukungan perbankan juga sulit. Buktinya bunga bank masih tinggi," Dicky Setiawan, Presiden Direktur Sentra Timur Superblok Unit Usaha City Property PT Bakrieland Development Tbk.

Lilia S. Sukotjo, Marketing menambahkan dukungan dari pemerintah menjadi syarat mutlak membangun kota baru. Harus ada persamaan konsep berbagai persoalan dalam pengembangan kota baru. Salah satunya untuk membahas masalah aturan main.  a pengembang berhasil memberi contoh mengembangkan kota yang layak huni. Konsep kota baru berhasil menjawab kebutuhan psikologi penghuninya. Ruang terbuka hijau yang cukup. Keamanan terjamin. Urbanisasi pun dapat ditekan. Pasalnya, penghuni dapat bekerja dan mencari uang di wilayah mereka tinggal. Karena pusat komersil dan industri juga tersedia.

Luasan lahan yang menjadi prasyarat utama membentuk kota baru mandiri. Alhasil, para pengembang pun bergeser ke wilayah satelit sekitaran Jakarta. Minimal pengembang harus memiliki 500 hektar persegi untuk mengembangkan kota baru.

Di Tangerang sudah ada BSD City yang dikembangkan sejak tahun 1984 dengan total area seluas 6.600 hektar. Saat ini, pembangunan baru sampai pada tahap I dengan perkiraan luas lahan 1.500 hektar, dari tiga tahap yang direncanakan. Lalu menyusul Alam Sutera, Tangerang. Group Bakrie gencar di daerah Bogor, Jawa Barat dengan mengembangkan Bogor Nirwana Residence dan Sentul Nirwana.

Pengembang lain mencoba mengembangkan konsep serupa. Salah satunya pengembangan Kota Deltamas, Kawasan Jababeka, Citra Raya, dan Jakarta Garden City. Ada juga beberapa proyek di luar Jakarta, seperti Citraland, Surabaya.

Kendala dan Tantangan

Pengembangan kota baru membutuhkan dana yang sangat besar. Para pengembang harus memutar otak untuk mencari modal. Apalagi saat ini Indonesia belum berada zona investment grade. Terlebih sistem politik demokrasi di Indonesia yang masih ditahap awal, sehingga investor masih menilai Indonesia sebagai negara beresiko. 

"Dukungan perbankan juga sulit. Buktinya bunga bank masih tinggi," Dicky Setiawan, Presiden Direktur Sentra Timur Superblok Unit Usaha City Property PT Bakrieland Development Tbk.

Lilia S. Sukotjo, Marketing menambahkan dukungan dari pemerintah menjadi syarat mutlak membangun kota baru. Harus ada persamaan konsep berbagai persoalan dalam pengembangan kota baru. Salah satunya untuk membahas masalah aturan main.  Sebab, selama ini ada pandangan yang berbeda antara pemerintah dan swasta dalam menyikapi berbagai masalah pengembangan kota baru. Ini menyebabkan kerjasama tidak berjalan dalam pengembangan kota baru. "Jika tidak ada kerjasama dengan pemerintah, pembangunan kota baru tidak ada apa-apa," jelasnya.

Jo Santoso menambahkan, kerjasama dengan pemerintah dapat dituangkan dalam dalam public private partnership/PPP (kerjasama pemerintah dan swasta). "Kalau memang untuk menekan urbanisasi, maka perlu tata ruang yang mendukung. Masalahnya, ada 40 juta jiwa warga ibukota 25 tahun ke depan. Mau dibawa kemana mereka?," jelasnya.

Selain itu juga butuh payung hukum yang jelas. Pasalnya, selama ini kerjasama antara swasta dan pemerintah terbentur pada masalah hukum. Pendekatan kalangan bisnis yang menggunakan hukum perdata, sedangkan pemerintah menggunakan hukum administrasi negara. 

Ketidaksamaan dalam penerapan hukum ini perlu dijembatani oleh aturan baru. Kebutuhan ini juga harus dipertimbangkan lantaran kota baru mempunyai kondisi berbeda dibandingkan kota-kota sekitarnya. "Kota baru berlaku aturan lex spesialis seperti undang-undang baru," jelasnya.

Undang-undang kota baru merupakan perkawinan dari Undang-Undang Perdata dan Undang-Undang Administrasi Negara. 
Di dalam UU ini akan terlihat jelas peran pemerintah dan swasta masing-masing. "Misalnya, soal anggaran. Pemerintah punya anggaran untuk membangun apa dan di mana. Kalau swasta membangun kalau ada pasar, pemerintah membangun kalau ada agenda tertentu," ucapnya. 

Masalah anggaran nantinya akan berbanding lurus dengan pengembangan kota baru dengan harga jual yang relatif terjangkau dan efisien. "Sehingga kepemilikan rumah di wilayah kota baru tidak hanya untuk menengah ke atas saja. Kalau memang niatnya menekan urbanisasi, maka harga rumah harus terjangkau semua kalangan," jelasnya.Seperti yang ditulis dalam koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/72618 
Masalah lain yang muncul dalam pengembangan kota baru, ujar Suryono Herlambang, pengamat perkotaan Untar, adalah integrasi kota baru dengan kota-kota sekitar. Selain itu koodinasi pengembang dan pemerintah daerah setempat, serta kapasitas pemerintah setempat dalam pengembangan kota baru. Hal ini karena pengembangan kota baru belum menjadi bagian dari kebijakan nasional oleh pemerintah pusat.  "India dan China telah memfokuskan pengembangan kota baru sebagai kebijakan nasional, karena mereka menganggap hal itu bisa mendorong pertumbuhan ekonomi," paparnya. 

Selain itu, kalangan developer juga dituntut untuk memperkaya konsep pembangunan kota baru yang lebih inovatif. Pasalnya, selama ini pembangunan kota baru yang dibangun cenderung monoton. Satu pengembang dengan pengembang lainnya menerapkan konsep yang sama. Seperti membangun mall, theme park, atau sama-sama membangun Pasar Basah/Pasar Modern.