Saturday, 20 July 2013

Babad Diponegoro & Nagarakretagama Masuk Daftar MOW-UNESCO



Berlimpahnya kebudayaan Indonesia kembali diakui dunia. Kali ini, lewat Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO), dua naskah kuno dari Nusantara,Babad Diponegoro dan Nagarakretagama, masuk dalam daftar Memory of the World -MOW- (Daftar Ingatan Dunia), Kamis (20/6/2013).

Babad Diponegoro dan Nagarakretagama masuk dalam kategori ini bersama dengan 52 dokumen lainnya dari berbagai negara.
Babad Diponegoro, naskah kuno yang merupakan tulisan tangan Pangeran Diponegoro saat Belanda mengasingkannya ke Manado, Sulawesi Utara, pada Mei 1831 hingga Februari 1832.
Nagarakretagama, merupakan sumber pengetahuan mengenai Kerajaan Majapahit pada masa kekuasaan Hayam Wuruk yang ditulis Mpu Prapanca. Karya sastra ini merupakan yang tertua dalam sastra Jawa kuna.
Hadi Sidomulyo, budayawan Inggris bernama asli Nigel Bullogh, menuliskan di bukunya, Napak Tilas Perjalanan Mpu Prapanca, bahwa Nagarakretagama sangat kaya informasi. Hadi kemudian melakukan rekam ulang perjalanan Hayam Wuruk yang tertulis dalam kitab tersebut.
Mpu Prapanca sebagai penulisnya, juga cerdas menggunakan kesempatan menulis Nagarakretagama untuk mendaftarkan ratusan desa yang terletak di wilayah inti Kerajaan Majapahit, bahkan sampai negara-negara tetangga.
Naskah Nagarakretagama sendiri pertama kali ditemukan di Lombok pada tahun 1894. Selama lebih tiga perempat abad kemudian, penelitian terhadap kakawin Nagarakretagama hanya berpangkal pada naskah yang ditemukan di Lombok ini saja. Hingga pada tahun 1978, ditemukan sejumlah naskah sama di bagian timur Bali, yang akhirnya mendorong adanya studi banding dengan naskah lama.
Slamet Muljana, profesor dari Universitas Indonesia, menuliskan buku Tafsir Sejarah Nagarakretagama yang kerap jadi referensi mengenai perjalanan Majapahit.
Di sini, secara mendetail, ia menuliskan betapa Nagarakretagama terdiri dari 98 pupuh. Terbagi dengan sangat rapi yang mengindikasikan bahwa Mpu Prapanca berprofesi ganda: pujangga keraton dan pemegang jabatan administratif pemerintahan.
Pupuh satu s/d pupuh-7, menguraikan raja dan keluarganya.
Pupuh-8  s/d pupuh-16, menjelaskan kota dan wilayah Majapait.
Pupuh-17 s/d pupuh-39, menguraikan perjalanan keliling ke Lumajang.
Pupuh-40 s/d pupuh-49, menguraikan silsilah Raja Hayam Wuruk.
“Itulah bagian pertama Nagarakretagama, jumlahnya 49 pupuh tepat, separo dari keseluruhan pupuh Nagarakretagama,” tulis Muljana.
Diabaikan
Malang bagi karya budaya Indonesia ini, masih banyak pihak yang mengabaikannya, termasuk Pemerintah. Padahal, dalam naskah kuno itu tersimpan nilai-nilai luhur sejarah, gambaran dan kearifan lokal, hinggga naskah yang mencatat soal pengobatan.
“Pemerintah harus berperan aktif dalam pelestarian naskah-naskah kuno tersebut,” kata Guru Besar Departemen Susastra Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Titik Pudjiastuti, seperti dilansir Kompas, Senin (24/6/2013).

Suasana kanal di Ibu Kota Majapahit Trowulan dalam poster National Geographic Indonesia, September 2102. Jaringan kanal kuno ini mulai diketahui setelah adanya kajian foto udara dan endapan pada 1983. Kanal dibangun sebagai adaptasi musim warga Majapahit (Sandy Solihin/NGI).
Selama ini, menurut Titik, Indonesia sudah memiliki Undang-undang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Tetapi karena dianggap hanya mengatur benda-benda arkeologi, pemilik naskah kuno yang semestinya merupakan produk sebuah kebudayaan tidak mengetahui kewajiban mereka.
Dengan diakui dan diterimanya kedua naskah kuno diatas tersebut sebagai warisan dunia oleh UNESCO, berarti Indonesia merupakan pemilik syah naskah tersebut. Maka, negara lain tak bisa mengklaim naskah itu sebagai miliknya. (Zika Zakiy/ nationalgeographic.co.id)
indocropcircles.wordpress.com